Tuesday, March 29, 2011

Karpet Caca

Caca sangat senang pada karpet yang baru dibelikan ibunya pada suatu hari. Karpet itu besar, lembut dan nyaman. Caca sering melakukan berbagai aktifitas diatasnya. Dia juga senang berbaring diatas karpet yang ditaruh di ruang keluarga itu. Malama-malam disaat kedua orangtuanya telah tertidur, ia turun dari kasurnya untuk pindah tidur diatas karpet yang ketika paginya langsung dimarahi oleh ibunya. Caca sangat menyukai karpet itu, ia selalu merengek-rengek agar karpet itu dipndahkan ke kamarnya.
“Bagaimana bias? Kamarmu saja tidak pernah membersihkan kamar, jorok. Apalagi jika ditambah karpet sebesar ini?”, jawab ibunya. Namun Caca tetap merengek, ia menginginkan karpet itu di kamarnya agar bisa tidur terus diatasnya. Caca akhirnya melontarkan janji agar akan rajin membersihkan kamarnya. Setelah cukup agak lama berpikir ibunya setuju, karpet itu dipindahkan ke kamar Caca.
Karpet itu berada di kamar Caca sekarang. Tingkahnya pun semakin menjadi-jadi. Hampir semua aktifitasnya dilakukan disana, camilan dibawa, buku-buku pun berserakan. Bukan dibersihkan tapi malah dibiarkan seenaknya. Karpet itu penuh noda makanan dan bekas-bekas camilan apalagi ditambah kertas-kertas sobekan buku. Keadaan kamar Caca sangat jorok tapi Caca mengacuhkannya, yang penting ia masih bisa berbaring di karpet yang menurutnya lembut itu. Ibunya sudah berkali-kali memarahi dan mengingatkan Caca, tapi gadis kecil itu hanya terus mengangguk malas, pada kenyataannya dia tidak membersihkan kamarnya yang memilukan itu.
Hingga suatu hari saat ia sedang berbaring dan berguling-guling diatas karpet yang kumuh, tiba-tiba ia terbatuk-batuk. Sesuatu tersangkut di tenggorokannya. Caca terdiri kaget, ia terus menerus mencoba memuntahkan benda asing itu. Namun nihil, ia terus terbatuk-batuk meraba tenggorokannya yang gatal. Ia sangat ketakutan, lama-lama nafasnya makin sesak. Ia sulit mendapatkan oksigen ke paru-parunya karena benda asing yang mengganjal itu.
Caca pasrah, matanya sudah berkunang-kunang. Ia menatap pintu kamarnya yang tertutup, lalu dengan sekuat tenaganya ia mencoba melempar sebuah buku yang terletak tak jauh dari tangannya ke pintu itu . “Buuuk!”, buku itu menghantam pintu dengan keras, lalu Caca langsung terkulai lemas di karpet.
“Apa itu! Caca? Caca?”, kata ibunya kaget. Ibunya terus mencoba memanggil-manggil nama Caca, tetapi tak ada jawaban. Akhirnya pun ibunya datang ke kamar Caca, begitu pintunya dibuka betapa kagetnya ia mendapati Caca tampak lemas diatas karpet yang jorok itu. Dilihat juga buku yang tergeser ketika ia mendorong pintu kamar, berantakan sekali. Ia mengguncang-guncangkan tubuh Caca. Tapi Caca hanya membuka sedikit kelopak matanya dengan nafas tersengal-sengal. Lalu dengan khawatir ibunya menggendong Caca ke klinik terdekat.
Dikatakan bahwa Caca harus operasi pengambilan benda asing yang sudah masuk cukup dalam di saluran tenggorokannya itu. Caca yang sempat mendengar itu dalam keadaan setengah sadar, langsung pingsan. Ibunya berseru takut. Operasi dengan cepat dilakukan, untungnya Caca berhasil diselamatkan walau tadinya sempat pesimis karena dokter tidak bisa mendengar detak jantung Caca lewat stetoskopnya. Untunglah masa kritis itu sudah lewat karena akhirnya Caca sudah bangun lagi.
Caca menangis karena ia senang, bisa selamat dari masa kritisnya. Ia memeluk ibunya sambil menghirup nafas segar. Ia menyesal dan minta maaf pada kedua orangtuanya. Ia berjanji akan rajin membersihkan lingkungannya. Ternyata ia tersedak serpihan besar roti yang sudah keras karena basi. Roti basi itu masuk ke mulutnya tanpa sengaja saat beruling-guling diatas karpet. Kalau mengingatnya, Caca merasa sangat jijik, ia baru menyadari kejorokannya selama ini. Ini terjadi karena ia tidak suka kebersihan dan masa bodoh akibatnya terjadi hal yang membahayakan. Caca menyesal sekali.
Kini, kamarnya sudah bersih sekali, karpet kesukaannya tetap tidak dibuang tapi sudah dilaundry. Caca pun menjadi anak yang suka kebersihan. Kamarnya bersih dan rapih, semua perabotan tertata dengan manis. Ia juga tidak lagi sering-sering bermain diatas karpet apalagi karena ia sudah masuk sekolah. Setiap melewati ruang keluarga dan melihat karpet itu, ia sering tertawa-tawa kecil mengingat kejadian konyolnya di masa lampau.

No comments:

Post a Comment